BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Makanan merupakan kebutuhan dasar (pokok) yang sangat penting bagi
kehidupan manusia, makanan selalu terkait dengan upaya manusia untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan kesehatannya di muka bumi. Kesehatan
merupakan salah satu komponen penting bagi kualitas hidup manusia. Maka dari
itu mutu pangan besar sekali peranannya. Dalam makanan terkandung
senyawa-senyawa organik yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki
jaringan tubuh yang rusak, mengatur proses di dalam tubuh, perkembangbiakan dan
menghasilkan energi.
Setiap bahan pangan selalu mengandung
mikroba yang jumlah dan jenisnya berbeda. Beberapa jenis mikroba yang banyak
terdapat dalam bahan pangan adalah bakteri, kapang dan khamir. Pencemaran
mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung atau tidak
langsung dengan sumber-sumber pencemar mikroba seperti tanah, air, udara, debu,
saluran pencernaan dan pernafasan manusia ataupun hewan. Keberadaan mikroba di
dalam makanan ada yang bersifat menetap (Indigenous) ataupun bersifat
cemaran (non-indigenous), sedangkan berdasarkan peranannya ada yang
bersifat menguntungkan ataupun merugikan.
Makanan yang aman adalah yang tidak
tercemar, tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya,
telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak
rusak serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia.
Bakteri merupakan salah satu zat
pencemar yang potensial dalam kerusakan makanan dan minuman. Pada suhu lingkungan
yang cocok, satu bakteri akan berkembang biak lebih dari 500.000 sel dalam 7
jam dan dalam 9 jam telah berkembang menjadi 2.000.000 (dua juta) sel, dalam 12
jam sudah menjadi 1.000.000.000 (satu milyar) sel.
Bakteri termasuk ke dalam spesies
pengurai, dan beberapa spesies pengurai tersebut dapat tumbuh didalam makanan. Untuk
dapat hidup mereka mengubah makanan dan mengeluarkan hasil metabolisme yang
berupa toksin (racun). Racun tersebut berbahaya bagi kesehatan manusia, dan
kemungkinan menjadi penyebab penyakit sangat besar sekali. Makanan yang masih
dijamin aman dikonsumsi paling lama dalam waktu 6 jam, karena setelah itu
kondisi makanan sudah tercemar berat.
Penyakit yang ditularkan melalui makanan
dapat menyebabkan penyakit yang ringan dan berat bahkan kematian, diantaranya
diakibatkan oleh belum baiknya penerapan hygiene makanan dan sanitasi
lingkungan. Besarnya dampak terhadap kesehatan belum diketahui karena hanya
sebagian kecil dari kasus-kasus yang akhirnya dilaporkan ke pelayanan kesehatan
dan jauh lebih sedikit lagi yang diselidiki.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa
yang di maksud dengan mikroba pada makanan ?
2. Apa
saja jenis bakteri penghasil toksin pada makanan ?
3. Apa
kerugian yang ditimbulkan dari mikroba penghasil toksin pada makanan ?
4. Apa
saja penyakit dan gejala yang ditimbulkan oleh bakteri penghasil toksin pada
makanan ?
5. Bagaimana
cara pencegahan agar makanan tidak terkontaminasi bakteri penghasil toksin ?
1.3 Tujuan
1.
Untuk memenuhi tugas
mata kuliah Sanitasi Makanan dan Minuman
2.
Untuk mengetahui
pengertian mikroba pada makanan
3.
Untuk mengetahui
bakteri penghasil toksin dalam makanan
4.
Untuk mengetahui
kerugian yang ditimbulkan akibat bakteri tersebut
5.
Untuk mengetahui cara
pencegahan kontaminasi bakteri pada makanan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Mikroorganisme
atau mikroba adalah organisme mikroskopik yang sebagian besar berupa satu sel
yang terlalu kecil untuk dapat dilihat menggunakan mata telanjang.
Mikroorganisme seringkali bersel tunggal (uniseluler) maupun bersel
banyak (multiseluler). Mikroba berukuran sekitar seperseribu milimeter (1
mikrometer) atau bahkan kurang, walaupun ada juga yang lebih besar dari 5
mikrometer. Karenanya, mikroba hanya bisa dilihat dengan menggunakan alat bantu
berupa mikroskop.
Toksikologi
makanan adalah ilmu yang mempelajari sifat, sumber, dan pembentukan zat beracun
di dalam makanan, mencakup mekanisme, manifestasi daya rusak, dan batas aman
bagi zat toksik (racun) tersebut. Suatu zat (substansi) dianggap beracun jika
zat tersebut memiliki kemampuan merusak sel atau jaringan melalui mekanisme,
selain trauma fisik. Tosikologi makanan memang menjadi sebagian kajian dalam
ilmu gizi. Keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik bakteri patogen
(baik itu toksin maupun metabolit toksik) disebut Intoksikasi.
2.2 Faktor Penyebab Kontaminasi Makanan
Proses terjadinya kontaminasi makanan terutama disebabkan
oleh berbagai faktor, antara lain:
b. Faktor higiene perorangan penjamah,
Mikroba patogen terdapat di tempat
yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang. Ada beberapa faktor yang
menyebabkan mikroba tersebut hidup dan berkembang dalam makanan, antara lain :
a. Suhu lingkungan, sangat menentukan
keselamatan hidup serta daya multiplikasinya.
b. Kelembaban, sangat dibutuhkan mikroba
untuk tumbuh. Oleh sebab itu makanan kering seperti gula, terigu, biskuit dan
jenis makanan yang dibakar kering lainnya bukan merupakan media yang baik untuk
multiplikasi mikroba, dalam hal ini bakteri.
Selain itu proses pencemaran
makanan didukung pula oleh faktor-faktor lain, misalnya :
a.
Manusia atau
orang yang terlibat langsung dengan pengolahan/ penanganan bahan makanan,
antara lain meliputi : kesehatan, pengetahuan dan kesadarannya pada masalah
kesehatan dan kebersihan lingkungan.
b. Lingkungan sekitar, antara lain
meliputi: vektor (rodensia, insekta), sampah, kotoran (manusia, hewan).
Prinsip kontrol terhadap
bahan makanan serta sarana untuk pengolahannya, antara lain meliputi
perlengkapan dan peralatan yang digunakan, dan sistim pengolahan bahan makanan
(pemanasan, pendinginan, pengasapan, dan lain-lain).
2.3 Bakteri
Penghasil Toksin pada Makanan
Bahan makanan
merupakan,salah satu tempat yang paling memungkinkan bagi pertumbuhan
mikroorganisme. Beberapa alasan kenapa mikroorganisme terdapat dalam bahan makanan,
yaitu:
- Adanya
mikroorganisme, terutama jumlah dan macamnya dapat menentukan taraf mutu
bahan makanan.
- Mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan
kerusakan bahan makanan.
- Beberapa
jenis mikroorganisme tertentu dapat digunakan untuk membuat produk-produk
makanan khusus.
- Mikroorganisme
dapat digunakan sebagai makanan atau makanan tambahan bagi manusia dan
hewan.
- Beberapa
penyakit dapat berasal dari toksin yang dihasilkan selama proses
metabolisme bakteri dalam makanan.
Racun pada bahan makanan dapat disebabkan
oleh adanya bakteri yang terdapat dalam bahan makanan itu sendiri. Tetapi dalam
pemrosesan tertentu bakteri bisa saja dimusnahkan. Jika bakteri sampai
mencemari bahan makanan dan kemudian masuk ke dalam perut kita, hal itulah yang
mengakibatkan terjadinya keracunan.
Pada umumnya bakteri yang hidup di
dalam bahan makanan itu adalah penghasil racun. Ada beberapa jenis penghasil
racun yang sangat berbahaya. Apabila tidak hati-hati bisa membawa akibat yang
sangat merugikan. Banyak jenis makanan atau minuman yang setiap saat harus
selalu diperhatikan kebersihannya karena sangat rawan terhadap kemungkinan
terjadinya keracunan pada manusia.
Di bawah ini adalah beberapa jenis
bakteri yang dapat mengakibatkan keracunan pangan yang disebabkan oleh produk
toksik bakteri patogen (intoksikasi) adalah :
1.
Bacillus Cereus
Bakteri ini telah
dikenali sebagai salah satu penyebab keracunan pada makanan sejak tahun 1955,
sejak saat itu mikroorganisme ini telah menarik banyak perhatian dan menjadi
salah satu penyebab keracunan pada pangan yang sering ditemukan. Keracunan akan timbul jika seseorang
menelan makanan atau minuman yang mengandung bakteri atau bentuk sporanya,
kemudian bakteri bereproduksi dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau
seseorang mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin tersebut. Ada dua
tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang
menyebabkan diare (disebabkan oleh protein dengan berat molekul besar) dan
toksin yang menyebabkan muntah atau emesis (disebabkan oleh peptida tahan panas
dengan berat molekul rendah). Gejala keracunannya, yaitu:
1) Tipe penyebab diare (diarrheal form)
atau Long Incubation
Tipe
ini merupakan tipe yang paling ditemukan kasusnya dan terjadi bila seseorang
mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab diare, maka gejala
yang timbul berhubungan dengan saluran pencernaan bagian bawah berupa mual,
nyeri perut seperti kram, diare berair, yang terjadi 8-16 jam setelah
mengkonsumsi pangan yang telah terkontaminasi Bacillus cereus. Rasa
mual mungkin seringkali terjadi untuk tipe kasus ini akan tetapi jarang terjadi
muntah atau emesis. Kasusnya hampir mirip dengan keracunan makanan yang
disebabkan oleh Clostridium perfringens. Pada sebagian besar
kasus gejala-gejala ini akan tetap berlangsung selama 12 – 24 jam tetapi untuk
beberapa kasus akan lebih lama.
2) Tipe penyebab muntah (emetic form)
atau Short Incubation
Bila
seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab muntah,
gejala yang timbul akan bersifat lebih parah dan akut serta berhubungan dengan
saluran pencernaan bagian atas, berupa mual dan muntah yang dimulai 1 – 6 jam
setelah mengkonsumsi pangan yang terkontaminasi oleh Bacillus cereus.
Kadang-kadang kram perut dan / atau diare dapat juga terjadi. Umumnya gejala
terjadi selama kurang dari 24 jam. Kasusnya mirip dengan keracunan makanan yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus (staph) dalam hal gejala
dan waktu inkubasinya. Beberapa strain Bacillus subtilisdan Bacillus
licheniformis telah diisolasi dari kambing dan ayam yang dicurigai
menjadi penyebab kasus keracunan makanan. Organisme-organisme ini menghasilkan
racun yang sangat tahan panas yang mungkin mirip dengan racun penyebab muntah
yang diproduksi oleh Bacillus cereus.
Bakteri penghasil toksin penyebab
muntah bisa mencemari pangan berbahan beras, kentang tumbuk, pangan yang
mengandung pati, dan tunas sayuran. Sedangkan bakteri penghasil toksin penyebab
diare bisa mencemari sayuran dan daging.
Tindakan pengendalian khusus bagi
rumah tangga atau penjual makanan terkait bakteri ini adalah pengendalian suhu
yang efektifumtuk mencegah pertunasan dan pertumbuhan spora. Bila tidak
tersedia lemari pendingin, disarankan untuk memasak pangan dalam jumlah yang
sesuai untuk dikonsumsi. Toksin yang berkaitan dengan sindrom muntah bersifat
resisten terhadap panas dan pemanasan berulang, proses penggorengan pangan juga
tidak akan menghancurkan toksin tersebut.
Untuk
pencegahan Cuci tangan dan di bawah kuku dengan sabun dan air sebelum menangani
dan menyiapkan makanan, Jangan menyiapkan makanan jika sedang mengalami infeksi
hidung atau infeksi mata, Jangan mengolah atau menyajikan makanan untuk orang
lain jika sedang memiliki luka atau infeksi kulit di tangan atau pergelangan
tangan.
2.
Esherichia Coli,
Bakteri Esherichia
Coli terdapat di hampir semua
jenis bahan makanan baik yang berasal dari tanaman (sayur, buah maupun hasil
pertanian lain) ataupun hewan (daging,susu, dll) Bakteri Esherichia
Coli hidup dalam usus manusia
dan hewan seperti kambing, domba, dan sapi. Bakteri ini sering ditemukan dalam
daging yang dimasak setengah matang, susu mentah dan air yang terkontaminasi.
Gejala
infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini adalah diare berat, sakit perut dan muntah yang dapat
berlangsung hingga 5 sampai 10 hari. Meskipun sebagian besar infeksi yang
disebabkan oleh bakteri ini relatif tidak berbahaya, tetapi jenis tertentu
seperti Esherichia Coli O157:H7 dapat menyebabkan diare
berdarah, gagal ginjal dan bahkan kematian.
Jika terinfeksi bakteri ini Minum
banyak cairan dan beristirahat. Jika tidak
dapat minum cukup cairan untuk mencegah dehidrasi atau jika gejala sangat berat (termasuk darah dalam
tinja atau sakit perut parah),
segera hubungi dokter. Antibiotik tidak boleh digunakan untuk mengobati
infeksi ini
Untuk mencegah infeksi yang disebabkan
oleh bakteri E. coli, masaklah daging hingga benar-benar matang, cuci buah dan
sayuran sebelum makan atau memasaknya, dan hindari mengonsumsi susu yang mentah
dan tidak dipastuerisasi. Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan,
setelah mengganti popok bayi, dan setelah kontak dengan sapi, domba, atau
kambing, memberi makanan
mereka atau memperlakukan mereka,
atau berada disekitar mereka.
3.
Staphylococcus Aureus
Terdapat di semua jenis makanan
yang berasal dari hewan atau tumbuhan, baik dalam bentuk ataupun hasil
olahannya. Juga banyak ditemukan pada berbagai jenis sayuran. Ada 23
spesies Staphylococcus Aureus, tetapi
Staphylococcus Aureus merupakan
bakteri yang paling banyak mengakibatkan keracunan pangan, Bakteri ini
berbentuk bulat/kokus, tergolong dalam bakteri Gram-positif, bersifat aerobik
fakultatif, dan tidak membentuk spora. Toksin yang dihasilkan bakteri ini
bersifat tahan panas sehingga tidak mudah rusak pada suhu memasak normal.
Bakteri ini dapat mati, tetapi toksin akan tetap tertinggal. Toksin dapat rusak
secara bertahap saat pendidihan minimal selama 30 menit.
Pangan yang dapat
tercemar bakteri ini adalah produk pangan yang kaya protein misalnya daging,
ikan, susu, dan daging unggas; produk pangan matang yang ditujukan dikonsumsi
dalam keadaan dingin, seperti salad, puding, dan sebagainya; produk pangan yang
terpapar pada suhu hangat selama beberapa jam; pangan yang disimpan pada lemari
pendingin yang terlalu penuh atau yang suhunya kurang rendah; serta pangan yang
tidak habis dikonsumsi dan disimpan pada suhu ruang.
Staphylococcus
Aureus dapat
menyebabkan penyakit staphylococcal. Staphylococcal adalah penyakit dari
usus-usus yang menyebabkan mual, muntah, diare, dan dehidrasi. Hal
tersebut disebabkan oleh memakan makanan-makanan yang dicemari dengan
racun-racun yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Gejala-gejala
biasanya berkembang dalam waktu 4 -6 jam
setelah memakan makanan yang tercemar berupa mual, muntah (lebih dari 24 jam), diare, hilangnya nafsu makan,
kram perut hebat, distensi abdominal, demam
ringan dan pada beberapa kasus yang berat dapat timbul sakit kepala,
kram otot, dan perubahan tekanan darah. Penyakit biasanya berlangsung
untuk satu sampai tiga hari. Pasien-pasien
dengan penyakit ini adalah tidak menular, karena racun-racun tidak ditularkan
dari satu orang kelainnya.
Penanganan keracunannya
adalah dengan mengganti cairan elektrolit yang hilang akibat muntah atau diare.
Pengobatan antidiare biasanya tidak diperlukan. Untuk menghindari dehidrasi
pada korban, berikan air minum dan larutan elektrolit yang banyak dijual
sebagai minuman elektrolit dalam kemasan. Untuk penanganan lebih lanjut hubungi
PUSKESMAS atau Rumah Sakit terdekat.
4. Vibrio
Parahaemolyticus
Terdapat pada bahan makanan hasil
laut dan olahannya terutama kepiting, udang ikan, kerang rajungan dan sebagainya. Vibrio
Parahaemolyticus dapat menyebabkan penyakit gastroenteritis yang
disebabkan oleh produk hasil laut (seafood ), terutama yang dimakan mentah,
dimasak tidak sempurna atau terkontaminasi dengan seafood mentah setelah
pemasakan. Gastroenteritis berlangsung akut, diare tiba-tiba dan kejang perut
yang berlangsung selama 48 – 72 jam dengan masa inkubasi 8 – 72 jam. Gejala
lain adalah mual, muntah, sakit kepala, badan agak panas dan dingin. Pada
sebagian kecil kasus, bakteri juga menyebabkan septisemia. Kasus keracunan
karena Vibrio Parahaemolyticus lebih banyak terjadi pada musim panas. Kondisi ini berkorelasi
positif dengan prevalensi dan jumlah kontaminasi Vibrio Parahaemolyticus
pada sampel seafood lingkungan yang juga meningkat dengan meningkatnya suhu
perairan. Tingkat salinitas air laut juga berpengaruh pada tingkat
kontaminasi.
5. Clostridium
Perfringens
Bakteri ini terdapat di tanah, usus manusia dan hewan, daging
mentah, unggas, ikan mentah,
sayuran, ramuan bumbu, makanan
yang sudah diolah serta dalam bahan
pangan kering. Clostridium Perfringens merupakan bakteri Gram-positif
yang dapat membentuk endospora serta bersifat anaerobik, bakteri ini dapat
menghasilkan enterotoksin yang tidak dihasilkan pada makanan sebelum
dikonsumsi, tetapi dihasilkan oleh bakteri dalam usus.
Keracunan makanan ´perfringens´ merupakan
istilah yang digunakan untuk keracunan makanan yang disebabkan oleh C.
perfringens. Clostridium perfringens Type B yang menyebabkan
disentri pada anak Penyakit yang lebih serius, tetapi sangat jarang, juga
disebabkan oleh konsumsi makanan yang terkontaminasi strain Type C. Penyakit
yang ditimbulkan strain Type C ini dikenal sebagai enteritis necroticans atau
penyakit pig-bel . Keracunan perfringens secara umum dicirikan
dengan kram perut dan diare yang mulai terjadi 8-24 jam setelah mengkonsumsi makanan yang
mengandung banyak C. perfringens penghasil toxin penyebab keracunan
makanan. Penyakit ini biasanya sembuh dalam waktu 24 jam, namun pada beberapa
individu, gejala ringan dapat berlanjut sampai 1 hingga 2 minggu. Beberapa
kasus kematian dilaporkan akibat terjadi dehidrasi dan komplikasi-komplikasi
lain. Necrotic enteritis (penyakit pig-bel ) yang disebabkan
oleh C. perfringens sering berakibat fatal. Penyakit ini juga
disebabkan karena korban menelan banyak bakteri penyebab penyakit dalam makanan
yang terkontaminasi. Kematian karena necrotic enteritis ( pig-bel
syndrome ) disebabkan oleh infeksi dan kematian sel-sel usus dan septicemia
(infeksi bakteri di dalam aliran darah) yang diakibatkannya. Penyakit ini
sangat jarang terjadi. Dosis infektif – Gejala muncul akibat menelan sejumlah
besar (lebih dari 10 8 ) sel vegetatif. Produksi racun di dalam saluran
pencernaan (atau di dalam tabung reaksi) berhubungan dengan proses pembentukan
spora. Penyakit ini merupakan infeksi pada makanan; hanya satu sajian
memungkinkan terjadinya keracunan (penyakit timbul karena racun yang terbentuk
sebelum makanan dikonsumsi).
Tidak ada penanganan spesifik, kecuali
mengganti cairan tubuh yang hilang. Untuk pengendalian khusus terkait keracunan
pangan akibat bakteri ini bagi rumah tangga atau pusat penjual makanan antara
lain dengan melakukan pendinginan dan penyimpanan dingin produk pangan matang
yang cukup dan pemanasan ulang yang benar dari masakan yang disimpan sebelum
dikonsumsi.
6.
Clostridium Botulinum
Bakteri ini terdapat pada semua bahan
makanan dari daging dan ikan, terutama yang sudah diawetkan melalui pengalengan
dan kemasan tertutup rapat, jenis racunnya ampuh, bisa menyebabkan kematian. Clostridium
Botulinum merupakan bakteri
gram-positif yang dapat membentuk spora tahan panas, bersifat anaerobik, dan
tidak tahan asam tinggi. Toksin yang dihasilkan dinamakan botulinum, bersifat
meracuni saraf (neurotoksik) yang dapat menyebabkan paralisis. Toksin botulinum
bersifat termolabil. Pemanasan pangan sampai suhu 800C selama 30
menit cukup untuk meruksak toksin. Sedangkan spora bersifat resisten terhadap
suhu pemanasan normal dan dapat bertahan hidup dalam pengeringan dan pembekuan.
Clostridium
botulinum dapat menyebabkan penyakit Botulism. Botulism adalah penyakit serius
yang menyebabkan kelumpuhan yang lembut dari otot-otot. Hal tersebut disebabkan
oleh neurotoxin, secara umum disebut racun botulinum, yang dihasilkan
oleh bakteri-bakteri Clostridium botulinum. Neurotoxin sebenarnya
melumpuhkan syaraf-syaraf sehingga otot-otot tidak dapat berkontraksi. Ini terjadi
ketika neurotoxin memasuki sel-sel syaraf dan akhirnya mengganggu pelepasan
dari acetylcholine sehingga syaraf tidak dapat merangsang otot untuk berkontraksi.
Kecuali kalau syaraf dapat memperbaharui axon baru yang tidak mempunyai paparan
pada neurotoxin, gangguan pada neuromuscular junction permanen.
Gejala-gejala botulisme karena makanan
umumnya dimulai 12-36 jam setelah konsumsi makanan yang mengandung racun,
walaupun kasus-kasus yang ada bervariasi antara 4 jam hingga 14 hari. Gejala
awal keracunan terdiri dari rasa lelah, lemah, dan vertigo, yang biasanya
diikuti dengan penglihatan berganda dan kesulitan bicara dan menelan yang
meningkat. Kesulitan bernapas, rasa lemah pada otot-otot lain, perut kembung
dan konstipasi (sembelit) juga merupakan gejala yang sering terjadi. Gejala
klinis botulisme pada bayi terdiri dari konstipasi yang terjadi setelah masa
pertumbuhan yang normal. Gejala ini diikuti dengan hilangnya nafsu makan,
mengantuk, lemah, keluarnya air liur, dan tangis yang keras, serta nyata adanya
kehilangan kontrol pada bagian kepala. Perawatan yang disarankankan meliputi
tindakan untuk mencegah, mengendalikan, atau menyembuhkan komplikasi dan efek
samping yang mungkin terjadi sehingga pasien merasa lebih nyaman ( supportive
care ).
Upaya pencegahannya dapat berupa memasak
makanan dengan benar, khususnya daging, unggas, dan dengan suhu internal yang
aman; gunakan termometer makanan; jauhkan makanan panas setelah memasak (pada
140˚ F atau di atas) Microwave dipanaskan secara menyeluruh (untuk 165˚ F atau
di atas); makanan yang mudah basi dalam waktu dua jam (pada 40 ˚ F atau di
bawah); bagilah sisa makanan ke dalam wadah yang dangkal dan dinginkan segera.
Jangan biarkan makanan dingin di meja.
7.
Pseudomonas Cocovenenans
Pseudomonas
Cocovenenans adalah bakteri penghasil
racun bongkrek (asam bongkrek dan toksoflawin) pada tempe bongkrek. Banyak
orang keracunan akibat racunnya yang kuat dan tak jarang berujung pada kematian.
Bakteri Pseudomonas cocovenenans sering
menyebabkan keracunan karena mengkonsumsi tempe bongkrek. Tempe bongkrek adalah
makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari kelapa dan difermentasi dengan
jamur tempe (Rhizopus sp). Bakteri ini dapat menghasilkan 2 macam
racun, yaitu toksoflavin dan asam bongkrek. Pseudomonas cocovenenans dapat
memecah minyak kelapa dengan memproduksi enzim yang dapat menghidrolisa
gliserida menjadi gliserol dan asam lemak. Gliserol selanjutnya diubah menjadi
toksoflavin, sedangkan asam lemak, terutama asam oleat diubah menjadi asam
bongkrek yang tidak berwarna. Toksin yang dihasilkan bakteri ini bersifat
antibiotik terhadap jamur tempe, sehingga kontaminasi bakteri ini dapat
ditandai dengan hasil fermentasi tempe yang tidak baik, karena pertumbuhan
jamur terganggu. Gejala
keracunannya adalah Mual, muntah, diare, sakit dan kejang perut, demam,
dehidrasi, syok.
8. Salmonella
Typhi dan
Salmonela Paratyphi,
Salmonella merupakan bakteri
gram-negatif, bersifat anaerob fakultatif, motil, dan tidak menghasilkan spora.
Salmonella bisa terdapat pada bahan
pangan mentah, seperti telur, dan daging ayam mentah serta akan bereproduksi
bila proses pemasakan tidak sempurna. Sakit yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella dinamakan Salmonellosis. Cara
penularan yang utama adalah dengan menelan bakteri dalam pangan yang berasal
dari pangan hewani yang terinfeksi. Pangan juga dapat terkontaminasi oleh
penjamah makanan yang terinfeksi, binatang peliharaan dan hama, atau melalui
kontaminasi silang akibat higiene yang buruk. Penularan dari satu orang ke yang
lainnya juga dapat terjadi selama infeksi. Salmonella Typhi dan Salmonela Paratyphi, bakteri penyebab penyakit tipus dan
paratipus yang menyerang usus halus. Penghasil racun yang sangat kuat pada
makanan.
Salmonella
typhi adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan melalui makanan (foodborne
diseases). Pada umumnya, serotipe Salmonella
menyebabkan penyakit pada organ pencernaan. Ciri-ciri orang yang mengalami salmonellosis
adalah diare, kram perut dan demam dalam waktu 8-72 jam
setelah memakan makanan yang terkontaminasi oleh Salmonella. Gejala
lainnya adalah demam, sakit kepala, mual dan muntah-muntah. Tiga
serotipe utama dari jenis S. enterica adalah S. typhi, S.
typhimurium, dan S. enteritidis. S. typhi menyebabkan penyakit demam
tifus (Typhoid fever), karena invasi bakteri ke dalam pembuluh darah dan
gastroenteritis, yang disebabkan oleh keracunan
makanan/intoksikasi. Gejala demam tifus meliputi demam, mual-mual, muntah
dan kematian. S. typhi memiliki keunikan hanya menyerang manusia, dan
tidak ada inang lain. Infeksi Salmonella dapat berakibat fatal kepada bayi,
balita, ibu hamil dan kandungannya serta orang lanjut usia. Hal ini disebabkan
karena kekebalan tubuh mereka yang menurun. Kontaminasi Salmonella dapat
dicegah dengan mencuci tangan dan menjaga kebersihan makanan yang dikonsumsi.
Upaya pencegahannya adalah dengan cara
menghindari makan makanan berisiko tinggi, termasuk mentah atau telur setengah
matang, daging sapi matang atau unggas, dan susu yang tidak dipasteurisasi,
jauhkan makanan didinginkan dengan benar sebelum memasak, bersihkan tangan
dengan sabun dan air hangat sebelum memegang makanan. Permukaan bersih
sebelum menyiapkan makanan pada mereka, makanan dimasak terpisah dari makanan siap saji. Jangan gunakan
peralatan pada makanan dimasak yang sebelumnya digunakan pada makanan mentah
dan tidak menempatkan makanan dimasak di piring mana makanan mentah dahulu
kecuali jika telah dibersihkan secara menyeluruh, memasak makanan sampai suhu internal yang aman. Gunakan termometer
daging untuk memastikan makanan yang
dimasak dengan suhu yang aman, dinginkan
makanan segera setelah dikonsumsi
dan saat pengangkutan dari satu tempat ke tempat lain, cuci tangan Anda setelah kontak dengan
hewan, makanan atau memperlakukan mereka, atau lingkungan hidup mereka.
9. Camphylobacter
Camphylobacter adalah bakteri
patogen yang dapat menyebabkan demam, diare, dan kram perut. Bakteri ini
merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan diare di dunia. Bakteri ini
hidup di usus ayam sehat dan pada permukaan karkas unggas. Infeksi disebabkan
karena konsumsi makanan maupun minuman yang terkontaminasi C. jejuni. Sumber
infeksi sebagian besar karena memakan daging ayam yang masih mentah, atau belum
matang atau makanan lain yang telah bersentuhan dengan karkas ayam selama dalam
proses pengolahan sehingga tercemar oleh bakteri ini. Selain itu, infeksi juga
sering terjadi karena meminum susu yang tidak dipasteurisasi maupun air yang
terkontaminasi oleh bakteri ini. Sapi, babi, domba, kambing, ayam, kalkun,
bebek, kucing dan anjing dianggap sebagai pembawa kuman ini, tetapi yang paling
sering adalah unggas. C. jejuni dapat bertahan beberapa
bulan pada tempat yang lembab, kandungan oksigen rendah, pada suhu 4oC,
namun hanya bertahan beberapa hari pada suhu ruang. C. jejuni dapat
bertahan 9 hari di feses, 3 hari di susu, dan 2 – 5 hari di air. Dari berbagai
studi, penanganan daging unggas mentah dan konsumsinya sangat berpengaruh pada
persentase kasus yang terjadi. Kontaminasi silang dari daging ayam mentah pada
saat persiapan makanan juga menjadi salah satu faktor resiko campylobacteriosis.
Makanan lain yang menjadi faktor resiko tergantung pada jenis daging, daging
yang kurang matang (barbeku), makanan laut yang dimakan mentah, meminum air
yang tidak diberi perlakuan, serta konsumsi susu dan olahan susu yang tidak
dipasteurisasi. Selain itu produksi dan persiapan makanan juga dapat menjadi
sumber kontaminasi. Gejalanya terdiri dari diare, nyeri perut dan kram, yang bisa
sangat berat. Diare mungkin berdarah, dan bisa timbul demam antara 37,8-40oCelsius.
Demam yang hilang timbul mungkin merupakan satu-satunya gejala dari infeksi Campylobacter
di luar saluran pencernaan. Gejala tambahan untuk infeksi sistemik meliputi
nyeri sendi disertai merah dan membengkak, nyeri perut serta pembesaran hati
dan limpa. Kadang infeksi bisa menyerang katup jantung (endokarditis)
dan selaput otak dan medulla spinalis (meningitis).
Menurut
WHO, kasus infeksi Campylobacter atau campylobacteriosis umumnya ringan, tetapi
bakteri bisa berakibat fatal pada anak-anak yang sangat muda, orang tua dan
orang yang memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh.
Cara
untuk mencegah infeksi Campylobacter adalah dengan memasak daging hingga
benar-benar matang, mencuci tangan dan membersihkan semua peralatan dapur
setelah menangani daging, dan hanya minum susu yang telah dipasteurisasi.
2.4 Pencegahan Keracunan Pangan
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya keracunan pangan akibat bakteri patogen adalah :
a.
Mencuci
tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah pangan.
b.
Mencuci
tangan setelah menggunakan toilet.
c.
Mencuci
dan membersihkan peralatan masak serta peralatan makan sebelum dan setelah
digunakan.
d.
Menjaga
area dapur/tempat mengolah pangan dari serangga dan hewan lainnya.
e.
Tidak
meletakkan pangan matang pada wadah yang sama dengan bahan pangan mentah untuk
mencegah terjadinya kontaminasi silang.
f.
Tidak
mengkonsumsi pangan yang telah berbau dam rasanya tidak enak.
g.
Tidak
mengkonsumsi pangan yang telah kadaluarsa atau pangan dalam kaleng yang kemasan
kalengnya telah rusak atau menggembung.
h.
Mengkonsumsi
air yang telah dididihkan.
i.
Memasak pangan sampai matang
sempurna agar sebagian besar bakteri dapat terbunuh. Proses pemanasan harus
dilakukan sampai suhu di bagian pusat pangan mencapai suhu aman (> 700C)
selama minimal 20 menit.
j.
Menyimpan segera semua pangan yang
cepat rusak dalam lemari pendingin (sebaiknya suhu penyimpanan di bawah 50C).
k.
Tidak membiarkan pangan matang
pada suhu ruang lebih dari 2 jam, karena mikroba dapat berkembang biak dengan
cepat pada suhu ruang.
l.
Mempertahankan suhu pangan matang
lebih dari 600C sebelum disajikan. Dengan menjaga suhu di bawah 50C
atau di atas 600C, pertumbuhan mikroba akan lebih lambat atau
terhenti.
m. Menyimpan produk pangan yang harus disimpan dingin, seperti susu
pasteurisasi, keju, sosis, dan sari buah dalam lemari pendingin.
n.
Menyimpan produk pangan olahan
beku, seperti nugget, es krim, ayam goreng tepung beku, dll dalam freezer.
o.
Menyimpan pangan yang tidak habis
dimakan dalam lemari pendingin.
p.
Tidak membiarkan pangan beku
mencair pada suhu ruang.
q.
Membersihkan dan mencuci
buah-buahan serta sayuran sebelum digunakan, terutama yang dikonsumsi mentah.
BAB
III
KESIMPULAN
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme mikroskopik yang sebagian
besar berupa satu sel yang terlalu kecil untuk dapat dilihat menggunakan mata
telanjang. Mikroorganisme seringkali bersel tunggal (uniseluler)
maupun bersel banyak (multiseluler). Mikroba berukuran sekitar seperseribu
milimeter (1 mikrometer) atau bahkan kurang, walaupun ada juga yang lebih besar
dari 5 mikrometer. Karenanya, mikroba hanya bisa dilihat dengan menggunakan
alat bantu berupa mikroskop.
Ada beberapa jenis penghasil racun yang sangat berbahaya. Apabila tidak
hati-hati bisa membawa akibat yang sangat merugikan. Banyak jenis makanan atau
minuman yang setiap saat harus selalu diperhatikan kebersihannya karena sangat
rawan terhadap kemungkinan terjadinya keracunan pada manusia. Di bawah ini
adalah beberapa jenis bakteri yang dapat mengakibatkan keracunan pangan yang
disebabkan oleh produk toksik bakteri patogen (intoksikasi) adalah :
1.
Esherichia Coli,
terdapat di hampir semua jenis bahan makanan baik yang berasal dari tanaman
(sayur, buah maupun hasil pertanian lain) ayau pun hewan (daging, susu dll)
2.
Bacillus Cereus,
ada di berbagai jenis biji-bijian (padi, gandum, jagung, kacang dll). daging,
ramuan bumbu dan makanan yang dikeringkan
3.
Staphylococcus Aureus,
dari semua jenis makanan yang berasal dari hewan atau tumbuhan, baik dalam
bentuk ataupun hasil olahannya. Juga banyak ditemukan pada berbagai jenis
sayuran
4.
Vibrio Parahaemolyticus,
terdapat pada bahan makanan hasil laut dan olahannya terutama kepiting, udang
ikan, kerang rajungan dsb
5.
Clostridium Perfringens,
terdapat pada daging mentah, ikan mentah, sayuran, ramuan bumbu serta makanan
yang sudah diolah
6.
Clostridium Botulinum,
ada di semua bahan makanan dari daging dan ikan, terutama yang sudah diawetkan
melalui pengalengan dan kemasan tertutup rapat. Jenis racunnya ampuh, bisa
menyebabkan kematian.
7.
Pseudomonas
Cocovenenans, penghasil racun bongkrek (asam
bongkrek dan toksoflawin) pada tempe bongkrek. Banyak orang keracunan akibat
racunnya yang kuat dan tak jarang berujung pada kematian
8.
Salmonella Typhi dan
Salmonela Paratyphi, bakteri penyebab penyakit tipus
dan paratipus yang menyerang usus halus. Penghasil racun yang sangat kuat pada
makanan.
9.
Camphylobacter,
banyak ditemukan pada susu mentah, daging ayam dan unggas lainnya
DAFTAR PUSTAKA
http:
//www.deptan.go.id/bbkptgpriok/admin/rb/foodborne.pdf. Foodbornedisease
terimakasih nih pembahasannya...
BalasHapushttp://tokoonlineobat.com/obat-demam-tifoid-alami/