Sabtu, 14 Maret 2015

makalah kelompok bakteri penghasil toksin

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Makanan merupakan kebutuhan dasar (pokok) yang sangat penting bagi kehidupan manusia, makanan selalu terkait dengan upaya manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan kesehatannya di muka bumi. Kesehatan merupakan salah satu komponen penting bagi kualitas hidup manusia. Maka dari itu mutu pangan besar sekali peranannya. Dalam makanan terkandung senyawa-senyawa organik yang sangat diperlukan untuk memulihkan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, mengatur proses di dalam tubuh, perkembangbiakan dan menghasilkan energi.
Setiap bahan pangan selalu mengandung mikroba yang jumlah dan jenisnya berbeda. Beberapa jenis mikroba yang banyak terdapat dalam bahan pangan adalah bakteri, kapang dan khamir. Pencemaran mikroba pada bahan pangan merupakan hasil kontaminasi langsung atau tidak langsung dengan sumber-sumber pencemar mikroba seperti tanah, air, udara, debu, saluran pencernaan dan pernafasan manusia ataupun hewan. Keberadaan mikroba di dalam makanan ada yang bersifat menetap (Indigenous) ataupun bersifat cemaran (non-indigenous), sedangkan berdasarkan peranannya ada yang bersifat menguntungkan ataupun merugikan.
Makanan yang aman adalah yang tidak tercemar, tidak mengandung mikroorganisme atau bakteri dan bahan kimia berbahaya, telah diolah dengan tata cara yang benar sehingga sifat dan zat gizinya tidak rusak serta tidak bertentangan dengan kesehatan manusia.
Bakteri merupakan salah satu zat pencemar yang potensial dalam kerusakan makanan dan minuman. Pada suhu lingkungan yang cocok, satu bakteri akan berkembang biak lebih dari 500.000 sel dalam 7 jam dan dalam 9 jam telah berkembang menjadi 2.000.000 (dua juta) sel, dalam 12 jam sudah menjadi 1.000.000.000 (satu milyar) sel.
Bakteri termasuk ke dalam spesies pengurai, dan beberapa spesies pengurai tersebut dapat tumbuh didalam makanan. Untuk dapat hidup mereka mengubah makanan dan mengeluarkan hasil metabolisme yang berupa toksin (racun). Racun tersebut berbahaya bagi kesehatan manusia, dan kemungkinan menjadi penyebab penyakit sangat besar sekali. Makanan yang masih dijamin aman dikonsumsi paling lama dalam waktu 6 jam, karena setelah itu kondisi makanan sudah tercemar berat.
Penyakit yang ditularkan melalui makanan dapat menyebabkan penyakit yang ringan dan berat bahkan kematian, diantaranya diakibatkan oleh belum baiknya penerapan hygiene makanan dan sanitasi lingkungan. Besarnya dampak terhadap kesehatan belum diketahui karena hanya sebagian kecil dari kasus-kasus yang akhirnya dilaporkan ke pelayanan kesehatan dan jauh lebih sedikit lagi yang diselidiki.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang di maksud dengan mikroba pada makanan ?
2.      Apa saja jenis bakteri penghasil toksin pada makanan ?
3.      Apa kerugian yang ditimbulkan dari mikroba penghasil toksin pada makanan ?
4.      Apa saja penyakit dan gejala yang ditimbulkan oleh bakteri penghasil toksin pada makanan ?
5.      Bagaimana cara pencegahan agar makanan tidak terkontaminasi bakteri penghasil toksin ?

1.3  Tujuan
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sanitasi Makanan dan Minuman
2.      Untuk mengetahui pengertian mikroba pada makanan
3.      Untuk mengetahui bakteri penghasil toksin dalam makanan
4.      Untuk mengetahui kerugian yang ditimbulkan akibat bakteri tersebut
5.      Untuk mengetahui cara pencegahan kontaminasi bakteri pada makanan



BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme mikroskopik yang sebagian besar berupa satu sel yang terlalu kecil untuk dapat dilihat menggunakan mata telanjang.  Mikroorganisme seringkali bersel tunggal (uniseluler) maupun bersel banyak (multiseluler). Mikroba berukuran sekitar seperseribu milimeter (1 mikrometer) atau bahkan kurang, walaupun ada juga yang lebih besar dari 5 mikrometer. Karenanya, mikroba hanya bisa dilihat dengan menggunakan alat bantu berupa mikroskop.
Toksikologi makanan adalah ilmu yang mempelajari sifat, sumber, dan pembentukan zat beracun di dalam makanan, mencakup mekanisme, manifestasi daya rusak, dan batas aman bagi zat toksik (racun) tersebut. Suatu zat (substansi) dianggap beracun jika zat tersebut memiliki kemampuan merusak sel atau jaringan melalui mekanisme, selain trauma fisik. Tosikologi makanan memang menjadi sebagian kajian dalam ilmu gizi. Keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik bakteri patogen (baik itu toksin maupun metabolit toksik) disebut Intoksikasi.

2.2    Faktor Penyebab Kontaminasi Makanan
Proses terjadinya kontaminasi makanan terutama disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:
a.       Masih rendahnya pengetahuan dan perilaku penjamah makanan,
b.      Faktor higiene perorangan penjamah,
c.       Kebersihan alat makan serta sanitasi lingkungan.
Mikroba patogen terdapat di tempat yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang. Ada beberapa faktor yang menyebabkan mikroba tersebut hidup dan berkembang dalam makanan, antara lain :
a.       Suhu lingkungan, sangat menentukan keselamatan hidup serta daya multiplikasinya.
b.      Kelembaban, sangat dibutuhkan mikroba untuk tumbuh. Oleh sebab itu makanan kering seperti gula, terigu, biskuit dan jenis makanan yang dibakar kering lainnya bukan merupakan media yang baik untuk multiplikasi mikroba, dalam hal ini bakteri.
Selain itu proses pencemaran makanan didukung pula oleh faktor-faktor lain, misalnya :
a.       Manusia atau orang yang terlibat langsung dengan pengolahan/ penanganan bahan makanan, antara lain meliputi : kesehatan, pengetahuan dan kesadarannya pada masalah kesehatan dan kebersihan lingkungan.
b.      Lingkungan sekitar, antara lain meliputi: vektor (rodensia, insekta), sampah, kotoran (manusia, hewan).
Prinsip kontrol terhadap bahan makanan serta sarana untuk pengolahannya, antara lain meliputi perlengkapan dan peralatan yang digunakan, dan sistim pengolahan bahan makanan (pemanasan, pendinginan, pengasapan, dan lain-lain).

2.3    Bakteri Penghasil Toksin pada Makanan
Bahan makanan merupakan,salah satu tempat yang paling memungkinkan bagi pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa alasan kenapa mikroorganisme terdapat dalam bahan makanan, yaitu:
  1. Adanya mikroorganisme, terutama jumlah dan macamnya dapat menentukan taraf mutu bahan makanan.
  2.  Mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan kerusakan bahan makanan.
  3. Beberapa jenis mikroorganisme tertentu dapat digunakan untuk membuat produk-produk  makanan khusus.
  4. Mikroorganisme dapat digunakan sebagai makanan atau makanan tambahan bagi manusia dan hewan.
  5. Beberapa penyakit dapat berasal dari toksin yang dihasilkan selama proses metabolisme bakteri dalam makanan.
Racun pada bahan makanan dapat disebabkan oleh adanya bakteri yang terdapat dalam bahan makanan itu sendiri. Tetapi dalam pemrosesan tertentu bakteri bisa saja dimusnahkan. Jika bakteri sampai mencemari bahan makanan dan kemudian masuk ke dalam perut kita, hal itulah yang mengakibatkan terjadinya keracunan.
Pada umumnya bakteri yang hidup di dalam bahan makanan itu adalah penghasil racun. Ada beberapa jenis penghasil racun yang sangat berbahaya. Apabila tidak hati-hati bisa membawa akibat yang sangat merugikan. Banyak jenis makanan atau minuman yang setiap saat harus selalu diperhatikan kebersihannya karena sangat rawan terhadap kemungkinan terjadinya keracunan pada manusia.
Di bawah ini adalah beberapa jenis bakteri yang dapat mengakibatkan keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik bakteri patogen (intoksikasi) adalah :

1.      Bacillus Cereus
Bakteri ini telah dikenali sebagai salah satu penyebab keracunan pada makanan sejak tahun 1955, sejak saat itu mikroorganisme ini telah menarik banyak perhatian dan menjadi salah satu penyebab keracunan pada pangan yang sering ditemukan. Keracunan akan timbul jika seseorang menelan makanan atau minuman yang mengandung bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin tersebut. Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang menyebabkan diare (disebabkan oleh protein dengan berat molekul besar) dan toksin yang menyebabkan muntah atau emesis (disebabkan oleh peptida tahan panas dengan berat molekul rendah). Gejala keracunannya, yaitu:
1)      Tipe penyebab diare (diarrheal form) atau Long Incubation
Tipe ini merupakan tipe yang paling ditemukan kasusnya dan terjadi bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab diare, maka gejala yang timbul berhubungan dengan saluran pencernaan bagian bawah berupa mual, nyeri perut seperti kram, diare berair, yang terjadi 8-16 jam setelah mengkonsumsi pangan yang telah terkontaminasi Bacillus cereus. Rasa mual mungkin seringkali terjadi untuk tipe kasus ini akan tetapi jarang terjadi muntah atau emesis. Kasusnya hampir mirip dengan keracunan makanan yang disebabkan oleh Clostridium perfringens. Pada sebagian besar kasus gejala-gejala ini akan tetap berlangsung selama 12 – 24 jam tetapi untuk beberapa kasus akan lebih lama.
2)      Tipe penyebab muntah (emetic form) atau Short Incubation
Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab muntah, gejala yang timbul akan bersifat lebih parah dan akut serta berhubungan dengan saluran pencernaan bagian atas, berupa mual dan muntah yang dimulai 1 – 6 jam setelah mengkonsumsi pangan yang terkontaminasi oleh Bacillus cereus. Kadang-kadang kram perut dan / atau diare dapat juga terjadi. Umumnya gejala terjadi selama kurang dari 24 jam. Kasusnya mirip dengan keracunan makanan yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus (staph) dalam hal gejala dan waktu inkubasinya. Beberapa strain Bacillus subtilisdan Bacillus licheniformis telah diisolasi dari kambing dan ayam yang dicurigai menjadi penyebab kasus keracunan makanan. Organisme-organisme ini menghasilkan racun yang sangat tahan panas yang mungkin mirip dengan racun penyebab muntah yang diproduksi oleh Bacillus cereus.
Bakteri penghasil toksin penyebab muntah bisa mencemari pangan berbahan beras, kentang tumbuk, pangan yang mengandung pati, dan tunas sayuran. Sedangkan bakteri penghasil toksin penyebab diare bisa mencemari sayuran dan daging.
Tindakan pengendalian khusus bagi rumah tangga atau penjual makanan terkait bakteri ini adalah pengendalian suhu yang efektifumtuk mencegah pertunasan dan pertumbuhan spora. Bila tidak tersedia lemari pendingin, disarankan untuk memasak pangan dalam jumlah yang sesuai untuk dikonsumsi. Toksin yang berkaitan dengan sindrom muntah bersifat resisten terhadap panas dan pemanasan berulang, proses penggorengan pangan juga tidak akan menghancurkan toksin tersebut.
Untuk pencegahan Cuci tangan dan di bawah kuku dengan sabun dan air sebelum menangani dan menyiapkan makanan, Jangan menyiapkan makanan jika sedang mengalami infeksi hidung atau infeksi mata, Jangan mengolah atau menyajikan makanan untuk orang lain jika sedang memiliki luka atau infeksi kulit di tangan atau pergelangan tangan.

2.      Esherichia Coli,
Bakteri Esherichia Coli terdapat di hampir semua jenis bahan makanan baik yang berasal dari tanaman (sayur, buah maupun hasil pertanian lain) ataupun hewan (daging,susu, dll) Bakteri Esherichia Coli hidup dalam usus manusia dan hewan seperti kambing, domba, dan sapi. Bakteri ini sering ditemukan dalam daging yang dimasak setengah matang, susu mentah dan air yang terkontaminasi.
Gejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini adalah diare berat, sakit perut dan muntah yang dapat berlangsung hingga 5 sampai 10 hari. Meskipun sebagian besar infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini relatif tidak berbahaya, tetapi jenis tertentu seperti Esherichia Coli  O157:H7 dapat menyebabkan diare berdarah, gagal ginjal dan bahkan kematian.
Jika terinfeksi bakteri ini Minum banyak cairan dan beristirahat. Jika tidak dapat minum cukup cairan untuk mencegah dehidrasi atau jika gejala sangat berat (termasuk darah dalam tinja atau sakit perut parah), segera hubungi dokter. Antibiotik tidak boleh digunakan untuk mengobati infeksi ini
Untuk mencegah infeksi yang disebabkan oleh bakteri E. coli, masaklah daging hingga benar-benar matang, cuci buah dan sayuran sebelum makan atau memasaknya, dan hindari mengonsumsi susu yang mentah dan tidak dipastuerisasi. Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan, setelah mengganti popok bayi, dan setelah kontak dengan sapi, domba, atau kambing, memberi makanan mereka atau memperlakukan mereka, atau berada disekitar mereka.

3.      Staphylococcus Aureus
Terdapat di semua jenis makanan yang berasal dari hewan atau tumbuhan, baik dalam bentuk ataupun hasil olahannya. Juga banyak ditemukan pada berbagai jenis sayuran. Ada 23 spesies Staphylococcus Aureus, tetapi Staphylococcus Aureus merupakan bakteri yang paling banyak mengakibatkan keracunan pangan, Bakteri ini berbentuk bulat/kokus, tergolong dalam bakteri Gram-positif, bersifat aerobik fakultatif, dan tidak membentuk spora. Toksin yang dihasilkan bakteri ini bersifat tahan panas sehingga tidak mudah rusak pada suhu memasak normal. Bakteri ini dapat mati, tetapi toksin akan tetap tertinggal. Toksin dapat rusak secara bertahap saat pendidihan minimal selama 30 menit.
Pangan yang dapat tercemar bakteri ini adalah produk pangan yang kaya protein misalnya daging, ikan, susu, dan daging unggas; produk pangan matang yang ditujukan dikonsumsi dalam keadaan dingin, seperti salad, puding, dan sebagainya; produk pangan yang terpapar pada suhu hangat selama beberapa jam; pangan yang disimpan pada lemari pendingin yang terlalu penuh atau yang suhunya kurang rendah; serta pangan yang tidak habis dikonsumsi dan disimpan pada suhu ruang.
Staphylococcus Aureus dapat menyebabkan penyakit staphylococcal. Staphylococcal adalah penyakit dari usus-usus yang menyebabkan mual, muntahdiare, dan dehidrasi. Hal tersebut disebabkan oleh memakan makanan-makanan yang dicemari dengan racun-racun yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Gejala-gejala biasanya berkembang dalam waktu 4 -6 jam setelah memakan makanan yang tercemar berupa mual, muntah (lebih dari 24 jam), diare, hilangnya nafsu makan, kram perut hebat, distensi abdominal, demam  ringan dan pada beberapa kasus yang berat dapat timbul sakit kepala, kram otot, dan perubahan tekanan darah. Penyakit biasanya berlangsung untuk satu sampai tiga hari. Pasien-pasien dengan penyakit ini adalah tidak menular, karena racun-racun tidak ditularkan dari satu orang kelainnya.
Penanganan keracunannya adalah dengan mengganti cairan elektrolit yang hilang akibat muntah atau diare. Pengobatan antidiare biasanya tidak diperlukan. Untuk menghindari dehidrasi pada korban, berikan air minum dan larutan elektrolit yang banyak dijual sebagai minuman elektrolit dalam kemasan. Untuk penanganan lebih lanjut hubungi PUSKESMAS atau Rumah Sakit terdekat.

4.      Vibrio Parahaemolyticus
Terdapat pada bahan makanan hasil laut dan olahannya terutama kepiting, udang ikan, kerang rajungan dan sebagainya. Vibrio Parahaemolyticus dapat menyebabkan penyakit gastroenteritis yang disebabkan oleh produk hasil laut (seafood ), terutama yang dimakan mentah, dimasak tidak sempurna atau terkontaminasi dengan seafood mentah setelah pemasakan. Gastroenteritis berlangsung akut, diare tiba-tiba dan kejang perut yang berlangsung selama 48 – 72 jam dengan masa inkubasi 8 – 72 jam. Gejala lain adalah mual, muntah, sakit kepala, badan agak panas dan dingin. Pada sebagian kecil kasus, bakteri juga menyebabkan septisemia. Kasus keracunan karena Vibrio Parahaemolyticus lebih banyak terjadi pada musim panas.  Kondisi ini berkorelasi positif dengan prevalensi dan jumlah kontaminasi Vibrio Parahaemolyticus pada sampel seafood lingkungan yang juga meningkat dengan meningkatnya suhu perairan.  Tingkat salinitas air laut juga berpengaruh pada tingkat kontaminasi.

5.      Clostridium Perfringens
Bakteri ini terdapat di tanah, usus manusia dan hewan, daging mentah, unggas, ikan mentah, sayuran, ramuan bumbu, makanan yang sudah diolah serta dalam bahan pangan kering. Clostridium Perfringens merupakan bakteri Gram-positif yang dapat membentuk endospora serta bersifat anaerobik, bakteri ini dapat menghasilkan enterotoksin yang tidak dihasilkan pada makanan sebelum dikonsumsi, tetapi dihasilkan oleh bakteri dalam usus.
Keracunan makanan ´perfringens´ merupakan istilah yang digunakan untuk keracunan makanan yang disebabkan oleh C. perfringens. Clostridium perfringens  Type B yang menyebabkan disentri pada anak Penyakit yang lebih serius, tetapi sangat jarang, juga disebabkan oleh konsumsi makanan yang terkontaminasi strain Type C. Penyakit yang ditimbulkan strain Type C ini dikenal sebagai enteritis necroticans atau penyakit pig-bel . Keracunan perfringens secara umum dicirikan dengan kram perut dan diare yang mulai terjadi 8-24 jam setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak C. perfringens penghasil toxin penyebab keracunan makanan. Penyakit ini biasanya sembuh dalam waktu 24 jam, namun pada beberapa individu, gejala ringan dapat berlanjut sampai 1 hingga 2 minggu. Beberapa kasus kematian dilaporkan akibat terjadi dehidrasi dan komplikasi-komplikasi lain. Necrotic enteritis (penyakit pig-bel ) yang disebabkan oleh C. perfringens sering berakibat fatal. Penyakit ini juga disebabkan karena korban menelan banyak bakteri penyebab penyakit dalam makanan yang terkontaminasi. Kematian karena necrotic enteritis ( pig-bel syndrome ) disebabkan oleh infeksi dan kematian sel-sel usus dan septicemia (infeksi bakteri di dalam aliran darah) yang diakibatkannya. Penyakit ini sangat jarang terjadi. Dosis infektif – Gejala muncul akibat menelan sejumlah besar (lebih dari 10 8 ) sel vegetatif. Produksi racun di dalam saluran pencernaan (atau di dalam tabung reaksi) berhubungan dengan proses pembentukan spora. Penyakit ini merupakan infeksi pada makanan; hanya satu sajian memungkinkan terjadinya keracunan (penyakit timbul karena racun yang terbentuk sebelum makanan dikonsumsi).
Tidak ada penanganan spesifik, kecuali mengganti cairan tubuh yang hilang. Untuk pengendalian khusus terkait keracunan pangan akibat bakteri ini bagi rumah tangga atau pusat penjual makanan antara lain dengan melakukan pendinginan dan penyimpanan dingin produk pangan matang yang cukup dan pemanasan ulang yang benar dari masakan yang disimpan sebelum dikonsumsi.

6.      Clostridium Botulinum
Bakteri ini terdapat pada semua bahan makanan dari daging dan ikan, terutama yang sudah diawetkan melalui pengalengan dan kemasan tertutup rapat, jenis racunnya ampuh, bisa menyebabkan kematian. Clostridium Botulinum merupakan bakteri gram-positif yang dapat membentuk spora tahan panas, bersifat anaerobik, dan tidak tahan asam tinggi. Toksin yang dihasilkan dinamakan botulinum, bersifat meracuni saraf (neurotoksik) yang dapat menyebabkan paralisis. Toksin botulinum bersifat termolabil. Pemanasan pangan sampai suhu 800C selama 30 menit cukup untuk meruksak toksin. Sedangkan spora bersifat resisten terhadap suhu pemanasan normal dan dapat bertahan hidup dalam pengeringan dan pembekuan.
Clostridium botulinum dapat menyebabkan penyakit Botulism. Botulism adalah penyakit serius yang menyebabkan kelumpuhan yang lembut dari otot-otot. Hal tersebut disebabkan oleh neurotoxin, secara umum disebut racun botulinum, yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri  Clostridium botulinum. Neurotoxin sebenarnya melumpuhkan syaraf-syaraf sehingga otot-otot tidak dapat berkontraksi. Ini terjadi ketika neurotoxin memasuki sel-sel syaraf dan akhirnya mengganggu pelepasan dari acetylcholine sehingga syaraf tidak dapat merangsang otot untuk berkontraksi. Kecuali kalau syaraf dapat memperbaharui axon baru yang tidak mempunyai paparan pada neurotoxin, gangguan pada neuromuscular junction permanen.
Gejala-gejala botulisme karena makanan umumnya dimulai 12-36 jam setelah konsumsi makanan yang mengandung racun, walaupun kasus-kasus yang ada bervariasi antara 4 jam hingga 14 hari. Gejala awal keracunan terdiri dari rasa lelah, lemah, dan vertigo, yang biasanya diikuti dengan penglihatan berganda dan kesulitan bicara dan menelan yang meningkat. Kesulitan bernapas, rasa lemah pada otot-otot lain, perut kembung dan konstipasi (sembelit) juga merupakan gejala yang sering terjadi. Gejala klinis botulisme pada bayi terdiri dari konstipasi yang terjadi setelah masa pertumbuhan yang normal. Gejala ini diikuti dengan hilangnya nafsu makan, mengantuk, lemah, keluarnya air liur, dan tangis yang keras, serta nyata adanya kehilangan kontrol pada bagian kepala. Perawatan yang disarankankan meliputi tindakan untuk mencegah, mengendalikan, atau menyembuhkan komplikasi dan efek samping yang mungkin terjadi sehingga pasien merasa lebih nyaman ( supportive care ).
Upaya pencegahannya dapat berupa memasak makanan dengan benar, khususnya daging, unggas, dan dengan suhu internal yang aman; gunakan termometer makanan; jauhkan makanan panas setelah memasak (pada 140˚ F atau di atas) Microwave dipanaskan secara menyeluruh (untuk 165˚ F atau di atas); makanan yang mudah basi dalam waktu dua jam (pada 40 ˚ F atau di bawah); bagilah sisa makanan ke dalam wadah yang dangkal dan dinginkan segera. Jangan biarkan makanan dingin di meja.

7.      Pseudomonas Cocovenenans
Pseudomonas Cocovenenans adalah bakteri penghasil racun bongkrek (asam bongkrek dan toksoflawin) pada tempe bongkrek. Banyak orang keracunan akibat racunnya yang kuat dan tak jarang berujung pada kematian. Bakteri Pseudomonas cocovenenans sering menyebabkan keracunan karena mengkonsumsi tempe bongkrek. Tempe bongkrek adalah makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari kelapa dan difermentasi dengan jamur tempe (Rhizopus sp). Bakteri ini dapat menghasilkan 2 macam racun, yaitu toksoflavin dan asam bongkrek. Pseudomonas cocovenenans dapat memecah minyak kelapa dengan memproduksi enzim yang dapat menghidrolisa gliserida menjadi gliserol dan asam lemak. Gliserol selanjutnya diubah menjadi toksoflavin, sedangkan asam lemak, terutama asam oleat diubah menjadi asam bongkrek yang tidak berwarna. Toksin yang dihasilkan bakteri ini bersifat antibiotik terhadap jamur tempe, sehingga kontaminasi bakteri ini dapat ditandai dengan hasil fermentasi tempe yang tidak baik, karena pertumbuhan jamur terganggu. Gejala keracunannya adalah Mual, muntah, diare, sakit dan kejang perut, demam, dehidrasi, syok.

8.      Salmonella Typhi dan Salmonela Paratyphi,
Salmonella merupakan bakteri gram-negatif, bersifat anaerob fakultatif, motil, dan tidak menghasilkan spora. Salmonella bisa terdapat pada bahan pangan mentah, seperti telur, dan daging ayam mentah serta akan bereproduksi bila proses pemasakan tidak sempurna. Sakit yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella dinamakan Salmonellosis. Cara penularan yang utama adalah dengan menelan bakteri dalam pangan yang berasal dari pangan hewani yang terinfeksi. Pangan juga dapat terkontaminasi oleh penjamah makanan yang terinfeksi, binatang peliharaan dan hama, atau melalui kontaminasi silang akibat higiene yang buruk. Penularan dari satu orang ke yang lainnya juga dapat terjadi selama infeksi. Salmonella Typhi dan Salmonela Paratyphi, bakteri penyebab penyakit tipus dan paratipus yang menyerang usus halus. Penghasil racun yang sangat kuat pada makanan.
Salmonella typhi adalah penyebab utama dari penyakit yang disebarkan melalui makanan (foodborne diseases). Pada umumnya, serotipe Salmonella menyebabkan penyakit pada organ pencernaan. Ciri-ciri orang yang mengalami salmonellosis adalah diare, kram perut dan demam dalam waktu 8-72  jam setelah memakan makanan yang terkontaminasi oleh Salmonella. Gejala lainnya adalah demamsakit kepalamual dan muntah-muntah. Tiga serotipe utama dari jenis S. enterica adalah S. typhi, S. typhimurium, dan S. enteritidis. S. typhi menyebabkan penyakit demam tifus (Typhoid fever), karena invasi bakteri ke dalam pembuluh darah dan gastroenteritis, yang disebabkan oleh keracunan makanan/intoksikasi. Gejala demam tifus meliputi demam, mual-mual, muntah dan kematian. S. typhi memiliki keunikan hanya menyerang manusia, dan tidak ada inang lain. Infeksi Salmonella dapat berakibat fatal kepada bayi, balita, ibu hamil dan kandungannya serta orang lanjut usia. Hal ini disebabkan karena kekebalan tubuh mereka yang menurun. Kontaminasi Salmonella dapat dicegah dengan mencuci tangan dan menjaga kebersihan makanan yang dikonsumsi.
Upaya pencegahannya adalah dengan cara menghindari makan makanan berisiko tinggi, termasuk mentah atau telur setengah matang, daging sapi matang atau unggas, dan susu yang tidak dipasteurisasi, jauhkan makanan didinginkan dengan benar sebelum memasak, bersihkan tangan dengan sabun dan air hangat sebelum memegang makanan. Permukaan bersih sebelum menyiapkan makanan pada mereka, makanan dimasak terpisah dari makanan siap saji. Jangan gunakan peralatan pada makanan dimasak yang sebelumnya digunakan pada makanan mentah dan tidak menempatkan makanan dimasak di piring mana makanan mentah dahulu kecuali jika telah dibersihkan secara menyeluruh, memasak makanan sampai suhu internal yang aman. Gunakan termometer daging untuk memastikan makanan yang dimasak dengan suhu yang aman, dinginkan makanan segera setelah dikonsumsi dan saat pengangkutan dari satu tempat ke tempat lain, cuci tangan Anda setelah kontak dengan hewan, makanan atau memperlakukan mereka, atau lingkungan hidup mereka.

9.      Camphylobacter
Camphylobacter adalah bakteri patogen yang dapat menyebabkan demam, diare, dan kram perut. Bakteri ini merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan diare di dunia. Bakteri ini hidup di usus ayam sehat dan pada permukaan karkas unggas. Infeksi disebabkan karena konsumsi makanan maupun minuman yang terkontaminasi C. jejuni. Sumber infeksi sebagian besar karena memakan daging ayam yang masih mentah, atau belum matang atau makanan lain yang telah bersentuhan dengan karkas ayam selama dalam proses pengolahan sehingga tercemar oleh bakteri ini. Selain itu, infeksi juga sering terjadi karena meminum susu yang tidak dipasteurisasi maupun air yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Sapi, babi, domba, kambing, ayam, kalkun, bebek, kucing dan anjing dianggap sebagai pembawa kuman ini, tetapi yang paling sering adalah unggas. C. jejuni dapat bertahan beberapa bulan pada tempat yang lembab, kandungan oksigen rendah, pada suhu 4oC, namun hanya bertahan beberapa hari pada suhu ruang. C. jejuni dapat bertahan 9 hari di feses, 3 hari di susu, dan 2 – 5 hari di air. Dari berbagai studi, penanganan daging unggas mentah dan konsumsinya sangat berpengaruh pada persentase kasus yang terjadi. Kontaminasi silang dari daging ayam mentah pada saat persiapan makanan juga menjadi salah satu faktor resiko campylobacteriosis. Makanan lain yang menjadi faktor resiko tergantung pada jenis daging, daging yang kurang matang (barbeku), makanan laut yang dimakan mentah, meminum air yang tidak diberi perlakuan, serta konsumsi susu dan olahan susu yang tidak dipasteurisasi. Selain itu produksi dan persiapan makanan juga dapat menjadi sumber kontaminasi. Gejalanya terdiri dari diare, nyeri perut dan kram, yang bisa sangat berat. Diare mungkin berdarah, dan bisa timbul demam antara 37,8-40oCelsius. Demam yang hilang timbul mungkin merupakan satu-satunya gejala dari infeksi Campylobacter di luar saluran pencernaan. Gejala tambahan untuk infeksi sistemik meliputi nyeri sendi disertai merah dan membengkak, nyeri perut serta pembesaran hati dan limpa. Kadang infeksi bisa menyerang katup jantung (endokarditis) dan selaput otak dan medulla spinalis (meningitis).
Menurut WHO, kasus infeksi Campylobacter atau campylobacteriosis umumnya ringan, tetapi bakteri bisa berakibat fatal pada anak-anak yang sangat muda, orang tua dan orang yang memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh.
Cara untuk mencegah infeksi Campylobacter adalah dengan memasak daging hingga benar-benar matang, mencuci tangan dan membersihkan semua peralatan dapur setelah menangani daging, dan hanya minum susu yang telah dipasteurisasi.

2.4    Pencegahan Keracunan Pangan
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya keracunan pangan akibat bakteri patogen adalah :
a.    Mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah pangan.
b.    Mencuci tangan setelah menggunakan toilet.
c.    Mencuci dan membersihkan peralatan masak serta peralatan makan sebelum dan setelah digunakan.
d.   Menjaga area dapur/tempat mengolah pangan dari serangga dan hewan lainnya.
e.    Tidak meletakkan pangan matang pada wadah yang sama dengan bahan pangan mentah untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.
f.     Tidak mengkonsumsi pangan yang telah berbau dam rasanya tidak enak.
g.    Tidak mengkonsumsi pangan yang telah kadaluarsa atau pangan dalam kaleng yang kemasan kalengnya telah rusak atau menggembung.
h.    Mengkonsumsi air yang telah dididihkan.
i.      Memasak pangan sampai matang sempurna agar sebagian besar bakteri dapat terbunuh. Proses pemanasan harus dilakukan sampai suhu di bagian pusat pangan mencapai suhu aman (> 700C) selama minimal 20 menit.
j.      Menyimpan segera semua pangan yang cepat rusak dalam lemari pendingin (sebaiknya suhu penyimpanan di bawah 50C).
k.    Tidak membiarkan pangan matang pada suhu ruang lebih dari 2 jam, karena mikroba dapat berkembang biak dengan cepat pada suhu ruang.
l.      Mempertahankan suhu pangan matang lebih dari 600C sebelum disajikan. Dengan menjaga suhu di bawah 50C atau di atas 600C, pertumbuhan mikroba akan lebih lambat atau terhenti.
m.  Menyimpan produk pangan yang harus disimpan dingin, seperti susu pasteurisasi, keju, sosis, dan sari buah dalam lemari pendingin.
n.    Menyimpan produk pangan olahan beku, seperti nugget, es krim, ayam goreng tepung beku, dll dalam freezer.
o.    Menyimpan pangan yang tidak habis dimakan dalam lemari pendingin.
p.    Tidak membiarkan pangan beku mencair pada suhu ruang.
q.    Membersihkan dan mencuci buah-buahan serta sayuran sebelum digunakan, terutama yang dikonsumsi mentah.













BAB III
KESIMPULAN

Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme mikroskopik yang sebagian besar berupa satu sel yang terlalu kecil untuk dapat dilihat menggunakan mata telanjang.  Mikroorganisme seringkali bersel tunggal (uniseluler) maupun bersel banyak (multiseluler). Mikroba berukuran sekitar seperseribu milimeter (1 mikrometer) atau bahkan kurang, walaupun ada juga yang lebih besar dari 5 mikrometer. Karenanya, mikroba hanya bisa dilihat dengan menggunakan alat bantu berupa mikroskop.
Ada beberapa jenis penghasil racun yang sangat berbahaya. Apabila tidak hati-hati bisa membawa akibat yang sangat merugikan. Banyak jenis makanan atau minuman yang setiap saat harus selalu diperhatikan kebersihannya karena sangat rawan terhadap kemungkinan terjadinya keracunan pada manusia. Di bawah ini adalah beberapa jenis bakteri yang dapat mengakibatkan keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik bakteri patogen (intoksikasi) adalah :
1.      Esherichia Coli, terdapat di hampir semua jenis bahan makanan baik yang berasal dari tanaman (sayur, buah maupun hasil pertanian lain) ayau pun hewan (daging, susu dll)
2.      Bacillus Cereus, ada di berbagai jenis biji-bijian (padi, gandum, jagung, kacang dll). daging, ramuan bumbu dan makanan yang dikeringkan
3.      Staphylococcus Aureus, dari semua jenis makanan yang berasal dari hewan atau tumbuhan, baik dalam bentuk ataupun hasil olahannya. Juga banyak ditemukan pada berbagai jenis sayuran
4.      Vibrio Parahaemolyticus, terdapat pada bahan makanan hasil laut dan olahannya terutama kepiting, udang ikan, kerang rajungan dsb
5.      Clostridium Perfringens, terdapat pada daging mentah, ikan mentah, sayuran, ramuan bumbu serta makanan yang sudah diolah
6.      Clostridium Botulinum, ada di semua bahan makanan dari daging dan ikan, terutama yang sudah diawetkan melalui pengalengan dan kemasan tertutup rapat. Jenis racunnya ampuh, bisa menyebabkan kematian.
7.      Pseudomonas Cocovenenans, penghasil racun bongkrek (asam bongkrek dan toksoflawin) pada tempe bongkrek. Banyak orang keracunan akibat racunnya yang kuat dan tak jarang berujung pada kematian
8.      Salmonella Typhi dan Salmonela Paratyphi, bakteri penyebab penyakit tipus dan paratipus yang menyerang usus halus. Penghasil racun yang sangat kuat pada makanan.
9.      Camphylobacter, banyak ditemukan pada susu mentah, daging ayam dan unggas lainnya























DAFTAR PUSTAKA

http: //www.deptan.go.id/bbkptgpriok/admin/rb/foodborne.pdf. Foodbornedisease



1 komentar:

  1. terimakasih nih pembahasannya...

    http://tokoonlineobat.com/obat-demam-tifoid-alami/

    BalasHapus